Cari di Sini

Sabtu, 26 Januari 2013

Rahasia Menangkarkan Ciblek


Setelah sukses menangkarkan murai batu, kemudian cucak hijau, kali ini Iwan Lippo Cikarang, kembali berinovasi dengan hobi ternaknya dengan mencoba menangkarkan jenis kicauan lainnya, yakni ciblek.
Burung mungil ini termasuk kategori jenis kicauan yang tidak mudah dikembangkbiakkan. Karenanya, Iwan merasa tertantang untuk mencoba menangkarkannya.

Secara komersial, jenis ciblek pamornya memang tidak seperti jenis kicauan lainnya. Karenanya, harganya pun relatif  murah. Namun bukan itu yang menjadi prioritas Iwan untuk merealisasikan mengembangbiakkan ciblek di rumahnya.

Pada awal 2010 lalu, ia mengawali eksperimennya hanya dengan mengandalkan sepasang ciblek yang siap kawin. Sang jantan merupakan ciblek putih bekas burung lomba yang ia dapatkan dari Koh Hin Magelang. Sedangkan betinanya ciblek biasa, hijau berdada putih, yang ia dapatkan dari pasar burung.
Untuk mendapatkan anakan hasil penjodohan pasangan ciblek tersebut harus melalui beberapa proses.
Iwan mengalami sendiri berbagai kendala yang mempersulitnya untuk mendapatkan anakan pertama. Setelah menunggu beberapa lama, ternyata pasangan ini terlihat seperti tidak berjodoh. “Setelah berjodoh, kemudian betinanya bertelur. Nah, setelah menetas, anaknya malah langsung dibuang. Ini terjadi sampai tiga kali bertelur, anaknya selalu dibuang,” jelas Iwan, seperti diturukan kepada Agrobur, belum lama ini.



Memanfaatkan kandang murai batu
Kemudian, pada bulan Mei 2010, ia ganti betinanya. Hasilnya, pasangan baru ini berjodoh dan betinanya bertelur. Pada tanggal 6 Juni 2010, ketiga telur menetas. “Dari tiga yang menetas, satu ekor dibuang. Ternyata anak yang dibuang itu kondisinya memang kurang bagus. Selain fisiknya lebih kecil dibandingkan yang lainnya, kelihatannya memang tidak sehat,” jelasnya.

Dari anakan pertama, dua ekor anak ciblek yang selamat, saat ini sudah berusia sekitar hampir dua bulan dan terus berkembang hingga kini.

Anakan pertama dipastikan berkelamin jantan. Itu bisa dilihat dari ciri-cirinya, paruh berwarna hitam.
Setelah anakannya diangkat dan dipindahkan ke sangkar pembesaran, selanjutnya pasangan ini kembali berproduksi.

Pada tanggal 30 Juni 2010, betina kembali bertelur dan menetaskan dua ekor anakan. Keduanya berkembang baik hingga kini sudah berusia sebulan lebih.

“Saat ini pasangan ini sudah siap-siap berproduksi lagi,” katanya.
Iwan menambahkan, setelah anakan berusia seminggu, akan lebih baik jika diloloh oleh tangan. Walaupun risikonya kita harus meluangkan waktu banyak untuk selalu memantaunya. Karena anakan diberikan makanan hampir setiap jam. Makanan yang diberikan antara lain, voor, kroto dan jangkrik.

Karena jenis burung ini kecil, Iwan sempat kesulitan mendapatkan ring sebagai tanda hasil penangkarannya. la akhirnya bisa mendapatkan ring setelah secara khusus memesan kepada produsen ring ternama di Jakarta. “Karena ukurannya kecil, jarang ada ring untuk burung sekecil ciblek. Jadi akhirnya saya pesan khusus,” ujarnya.
Iwan bersama anak-anak

Idealnya anakan ciblek dipasangi ring saat berusia antara 10 sampai 15 hari atau sebelum burung lepas dari sarang. Karena, jika lebih dari 15 akan sulit memasangnya, sebab kakinya sudah membesar. Itu berdasarkan pengalamannya saat memasangkan ring pada anakan pertama.

“Anakan pertama saya pasang saat berusia di atas 15 hari, karena saya mendapatkan ringnya telat. Akibatnya, proses pemasangan agak susah,” ungkapnya.

Dari pengalamannya ini, Iwan kembali membuktikan bahwa ia sangat konsen terhadap pelestarian burung kicauan lokal. Sebelumnya, ia sukses menangkarkan cucak hijau dan mendapatkan ring 001 dari Pelestari Burung Indonesia (PBI). Kali ini pun, bisa jadi ia menjadi kicaumania pertama yang sukses menangkarkan ciblek.

“Namun kali ini saya kecewa terhadap PBI yang kurang merespon apa yang telah saya lakukan, di antaranya kesuksesan menangkarkan ciblek. Sampai akhinya saya memesan ring sendiri,” tuturnya.

Masalah ini pula yang akhirnya menyebabkan ia kemudian memutuskan keluar dari kepengurusan PBI Cabang Bekasi, belum lama ini.  Meski sudah keluar dari organisasi, namun komitmennya terhadap pelestarian akan tetap dilakoninya. Karena, semua ini ia lakukan atas dasar hobi. Tidak lebih dari itu.  (Sumber artikel dan foto: Agrobur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar